Beberapa waktu lalu saya dicurhati seorang teman. Sebut saja namanya mbak Weni. Kebetulan suami mbak Weni ini adalah teman kantor suami saya. Katanya suaminya belakangan ini mulai berubah kelakuannya. Sukanya marah-marah nggak jelas. Rasanya apa-apa yang dilakukan mbak Weni jadi serba salah dimata mas Rendi suaminya. Belakangan memang di kantor beredar gosip kalo mas Rendi ada main dengan sekretarisnya yang bernama Asti. Tapi yang tahu benar tidaknya ya hanya mas Rendi dan Asti karena teman-teman kantor termasuk suami saya hanya melihat keakraban yang lebih saja antara keduanya. Rupanya gosip ini sampai juga ke telinga mbak Weni. Mbak Weni mencoba menanyakan ke saya, apakah suami saya pernah cerita kalo di kantor mas Wendi itu ada affair dengan sekretarisnya? Saya jawab memang saya dengar-dengar begitu, tapi saya juga bilang kalo suami saya pun tidak bisa memastikan apakah mas Rendi memang sedang selingkuh dengan sekretarisnya karena suami saya tidak pernah memergoki secara langsung misalnya mereka “jalan” atau “ngamar” berdua. Seperti apa yang diceritakan suami saya, saya bilang mereka berdua hanya terlihat akrab saja. Itu saja yang saya katakan ke mbak Weni. Saya juga berpesan, mbak Weni jangan mudah percaya omongan orang-orang kantor kecuali mbak Weni menemukan bukti-bukti dari kebenaran gosip itu. Namanya juga gosip, digosok makin sip kata saya waktu itu. Mbak Weni pun rupanya mengikuti saran saya. “Iya koq mbak, kayaknya aku nggak percaya kalo mas Rendi macam-macam sama Asti. Mosok anaknya sudah gede-gede mau macam-macam,” katanya waktu itu.
Nah belum lama ini, mbak Weni telpon saya. Dia bilang kalo suaminya memang “ada main” sama sekretarisnya. Saya tanya “darimana mbak Weni bisa menyimpulkan begitu?” Akhirnya berceritalah ia sambil terisak. Katanya suatu malam dia bermimpi. Dalam mimpinya itu dia merasa seperti sedang dibakar bersama kedua anaknya oleh seorang wanita yang tidak jelas wajahnya. Hanya saja disamping si wanita tadi berdiri suaminya. Saya pun bertanya kembali “mosok mbak hanya karena mimpi begitu, mbak Weni langsung bisa memastikan bahwa mas Rendi selingkuh?” Terus terang saya termasuk tipe orang yang tidak mudah percaya dengan apa yang namanya mimpi. Bukankah mimpi itu kata orang “cuma” bunga tidur? Belum tentu ada kebenarannya. Tapi lagi-lagi mbak Weni memastikan bahwa suaminya memang berselingkuh. Hal itu diperkuat dengan adanya inbox-inboxan mesra di FB antara suaminya dan sekretarisnya. Kejadian itu katanya tak sengaja diketahui mbak Weni. Gara-gara mimpi yang “menyeramkan” itu, akhirnya mbak Weni terbangun. Kemudian ia mengambil air wudlu dan sholat tahajut. Selesai sholat, entah mengapa tiba-tiba kakinya seperti digerakkan menuju kamar kerja suaminya. Dia yang sebelumnya jarang memeriksa kamar kerja suaminya tiba-tiba tergerak untuk merapikannya. Apalagi waktu itu komputer suaminya masih dalam keadaan menyala dan kertas-kertas kerja masih berantakan. Alangkah terkejutnya mbak Weni mendapati apa yang terpampang di layar monitor komputer suaminya. Di monitor itu inbox FB suaminya sedang terbuka dan ternyata itu inbox antara suaminya dengan sekretarisnya. Isinya tidak perlu saya uraikan, yang pasti tentang kata-kata mesra antara dua orang dewasa yang sama-sama sudah berkeluarga. Shock sudah pasti terjadi pada mbak Weni, tetapi ia tetap berusaha bersikap wajar seperti biasanya manakala keesokan paginya suaminya bangun. Dia bersikap seolah-olah tidak mengetahui tentang isi inbox FB suaminya. Mas Rendi pun tidak menyadari kalo istrinya sudah tahu isi inbox antara dia dan sekretarisnya.
Sejak kejadian itu, diam-diam mbak Weni berusaha menyelidiki bagaimana hubungan yang sesungguhnya antara suaminya dengan sekretarisnya. Caranya ia mulai berani mengecek hape suaminya manakala suaminya sedang tidur atau sedang mandi. Pokoknya disaat suaminya sedang tidak memegang hapenya, mbak Weni berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Dan lagi-lagi mbak Weni dibuat terkejut dengan isi sms dari Asti untuk suaminya. Sms itu menurutnya lebih pantas ditujukan untuk suaminya Asti, bukan untuk mas Rendi yang notabene atasannya dan suami orang pula. Mbak Weni pun lalu mencatat no hape milik Asti. Dan pada suatu hari, mbak Weni pun memutuskan untuk menelpon Asti. Maksudnya hanya sekedar “mengingatkan” bahwa apa yang dilakukannya itu sangat tidak pantas. Mbak Weni juga mengancam kalo hal itu terus dilakukan, ia tidak segan-segan untuk melaporkan perselingkuhan itu ke atasan mas Rendi. Rupanya Asti “lapor” ke mas Rendi kalo perselingkuhan mereka sudah diketahui oleh mbak Weni. Sejak itu mas Rendi sudak tidak inbox-inboxan lagi dengan sekretarisnya. No hape Asti juga sudah dihapus oleh mas Rendi dalam daftar phonebook.
Tetapi sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti akan jatuh juga. Rupanya perselingkuhan itu tetap berlangsung. Asti sengaja membeli no hape lain, khusus untuk mas Rendi. Dan mas rendi pun menyimpannya dengan nama samaran laki-laki. Nah suatu sore pas mas Rendi mandi, tiba-tiba ada nada sms dari hapenya. Mbak Weni yang sejak kejadian itu sudah tidak percaya lagi dengan mas Rendi, buru-buru mengecek hape suaminya. Awalnya dia tidak tertarik membaca sms bernama “laki-laki” di hape mas Rendi itu. Tetapi karena mbak Weni merasa tidak ada teman kantor yang bernama seperti yang tertera di hape mas Rendi, makanya ia kembali tergelitik membuka sms itu. Lagi-lagi mbak Weni dibuat terkejut dengan isinya. Tidak mungkin suaminya ber-sms mesra dengan seorang laki-laki. Lagi pula dalam sms itu juga disebutkan tentang masalah uang, yang intinya si pengirim sms lagi butuh uang. Tak lupa mbak Weni pun mencatat no hape atas nama laki-laki itu. Perasaannya mengatakan kalo itu bukan sms dari seorang laki-laki.
Akhirnya ketika mas Rendi berangkat ke kantor, mbak Weni mencoba menghubungi no hape laki-laki pengirim sms itu. Ternyata tidak diangkat, alias selalu di-reject terus. Tak kehilangan akal, mbak Weni pun mencoba menghubungi dengan no lain. Berhasil dan alangkah kagetnya mbak Weni mendengar suara dari ujung telpon. Itu suara asti, sekretaris suaminya. Mbak Weni mulai emosi, Asti “diceramahi “habis-habisan. Dan Asti pun tidak bisa berkelit lagi kemudian telponnya dia tutup begitu saja. Mbak weni mencoba menelpon lagi, tapi tetap tak diangkat. Akhirnya mbak Weni memutuskan mencari tahu no hape suami Asti lewat cleaner kantor, maksudnya ingin memberitahu kelakuan istrinya terhadap suaminya. Dan begitu berhasil dihubungi, suami asti tidak percaya istrinya berbuat begitu. Dimatanya Asti adalah istri yang taat pada suami.
Karena merasa istrinya dituduh yang enggak-enggak, suami Asti pun meminta bertemu dengan mbak Weni. Bila perlu bertemu juga dengan mas Rendi untuk cross cek tentang tuduhan perselingkuhan itu. Akhirnya hari pertemuan pun disepakati. Asti sengaja dibawa suaminya menghadap mbak Weni dan mas Rendi di rumahnya. Di rumah mbak Weni pun terkuak semuanya. Asti mengaku khilaf. Suami Asti seperti tertampar mendengar pengakuan istrinya. Asti menangis-nangis di hadapan suaminya dan juga mbak Weni dan mas Rendi. Sementara mas Rendi tak mampu berkata apa-apa. Tiba-tiba mbak Weni berkata “Asti untuk apa kamu menangis, menangis tidak akan menyelesaikan masalah!” Asti pun memohon-mohon dihadapan mbak Weni, dia mengaku awalnya cuma ingin curhat kepada mas Rendi tentang hutang yang menumpuk yang dilakukan oleh orang tuanya. Setiap hari rasanya Asti seperti dikejar-kejar debt collector. Di kantor pun ia jadi jarang berada di tempat, padahal dia adalah seorang sekretaris yang seharusnya selalu stand by di kantor. Akhirnya ia pun curhat kepada mas Rendi atasannya. Berawal dari itulah katanya perselingkuhan itu terjadi.
Belakangan ketika suasana sudah mereda, ketika mas Rendi sedang kerumah mencari suami saya untuk suatu keperluan, iseng saya goda dia. “Emang enak ya main belakang sama sekretaris hehehe?” Diluar dugaan mas Rendi menjawab, “Habisnya di kantor ada yang seger-seger, ya namanya kucing dikasih ikan asin ya sikat dong mbak hahaha” Saya kurang paham maksud perkataan dia dan kembali bertanya “Emang di rumah kurang seger apa?” Lagi-lagi jawabannya bikin saya terkejut “hambar mbak, bukan hambar lagi, busuk malahan!” Nah bingung khan saya. Akhirnya kebingungan saya baru terjawab ketika suatu hari suami saya pulang dari rumah mas Rendi untuk memperbaiki komputernya. Suami saya bilang “Gimana mas Rendi nggak tergoda sama Asti, wong di rumah aja istrinya kayak gitu” Masih bingung saya dengan perkataan suami saya itu. “Kayak gitu gimana?” tanya saya. “Iya dirumah koq tampilannya kayak pembantu gitu, dasteran nggak dandan gitu, ya minimal rambutnya di rapikan gitu lho! Lha ini baunya aja minta ampun, kayak nggak sampoan seminggu” kata suami saya panjang lebar. Nah lo, jadi siapa yang salah dalam hal ini? Saya jadi ingat kalo mbak Weni memang kesehariannya begitu kalo di rumah. Dia sama sekali tidak peduli dengan penampilannya. Dia hanya berdandan, itupun ala kadarnya jika sedang ada acara di kantor yang melibatkan istri. Kalo dirumah, ya gitu deh! Ya tapi mau apalagi, kejadian perselingkuhan sudah terjadi. Saya tidak tahu pasti apakah perselingkuhan itu semata-mata hanya karena mas Rendi jenuh dengan suasana ‘rumah” yang itu-itu saja. Mungkin ada benarnya juga, suaminya mana sih yang senang setiap pulang kerja capek-capek, tapi dirumah disambut istri dengan “lusuh”. Bukannya disambut istri dengan pakaian yang rapi dan tubuh yang wangi? Sekaranga saya baru paham ucapan mas Rendi tempo hari “Habisnya di kantor ada yang seger-seger, ya namanya kucing dikasih ikan asin ya sikat dong mbak hahaha.” Rupanya mas Rendi sedang membandingkan antara mbak Weni yang selalu “lusuh” di rumah dengan Asti yang selalu tampil “okey” di kantor.
Nah lewat pengalaman teman saya itu, saya hanya ingin mengingatkan pada teman-teman para istri. Bahwa terkadang para suami itu berselingkuh, bisa jadi karena kita sendiri pemicunya. Bisa saja suami tidak puas dengan pelayanan kita. Puas disini bukan semata-mata pada persoalan diatas ranjang, tapi bisa jadi dalam keseharian kita. Penampilan kita misalnya. Apalagi kalo kita “hanya” ibu rumah tangga, seyogyanya kita jangan menyepelekan penampilan kita. Meskipun kita nyaman melakukan aktivitas rumah tangga dengan pakaian ala kadarnya, tapi usahakan ketika ada suami kita juga bisa tampil lebih menarik. Jadi ketika suami pulang kerja dalam kondisi capek, kecapekan suami bisa sedikit terkurangi dengan sambutan kita yang “okey”. Minimal kita menyambut suami pulang kerja dengan dandanan yang sedikit lebih rapi. Rapi disini tidak harus seperti kita mau pergi ke kondangan sih, minimal kita sudah mandi, sudah tidak berdaster lagi, sudah wangi. Jadi ketika suami mengecup kita tidak sedang bau terasi, tapi bau melati hehehe.
Kasus yang menimpa mbak Weni juga bisa menjadi pengingat buat saya pribadi agar saya tidak mengulangi “kesalahan” yang sama yang dilakukan mbak Weni, jika memang itu penyebab utama mengapa mas Rendi berpaling. Seharusnya kejadian itu bisa kita hindari jika kita sebagai istri atau ibu rumah tangga ini mau “mengaca”, jangan-jangan karena kita sendiri yang tidak “pandai” memperlakukan diri kita sendiri di hadapan suami. Jadi mulai sekarang mari kita sama-sama “mengaca” wahai para istri, sudahkan kita seperti yang para suami harapkan? Suami mana sih yang tidak senang istrinya tampil menarik, walaupun hanya dirumah?
Nah belum lama ini, mbak Weni telpon saya. Dia bilang kalo suaminya memang “ada main” sama sekretarisnya. Saya tanya “darimana mbak Weni bisa menyimpulkan begitu?” Akhirnya berceritalah ia sambil terisak. Katanya suatu malam dia bermimpi. Dalam mimpinya itu dia merasa seperti sedang dibakar bersama kedua anaknya oleh seorang wanita yang tidak jelas wajahnya. Hanya saja disamping si wanita tadi berdiri suaminya. Saya pun bertanya kembali “mosok mbak hanya karena mimpi begitu, mbak Weni langsung bisa memastikan bahwa mas Rendi selingkuh?” Terus terang saya termasuk tipe orang yang tidak mudah percaya dengan apa yang namanya mimpi. Bukankah mimpi itu kata orang “cuma” bunga tidur? Belum tentu ada kebenarannya. Tapi lagi-lagi mbak Weni memastikan bahwa suaminya memang berselingkuh. Hal itu diperkuat dengan adanya inbox-inboxan mesra di FB antara suaminya dan sekretarisnya. Kejadian itu katanya tak sengaja diketahui mbak Weni. Gara-gara mimpi yang “menyeramkan” itu, akhirnya mbak Weni terbangun. Kemudian ia mengambil air wudlu dan sholat tahajut. Selesai sholat, entah mengapa tiba-tiba kakinya seperti digerakkan menuju kamar kerja suaminya. Dia yang sebelumnya jarang memeriksa kamar kerja suaminya tiba-tiba tergerak untuk merapikannya. Apalagi waktu itu komputer suaminya masih dalam keadaan menyala dan kertas-kertas kerja masih berantakan. Alangkah terkejutnya mbak Weni mendapati apa yang terpampang di layar monitor komputer suaminya. Di monitor itu inbox FB suaminya sedang terbuka dan ternyata itu inbox antara suaminya dengan sekretarisnya. Isinya tidak perlu saya uraikan, yang pasti tentang kata-kata mesra antara dua orang dewasa yang sama-sama sudah berkeluarga. Shock sudah pasti terjadi pada mbak Weni, tetapi ia tetap berusaha bersikap wajar seperti biasanya manakala keesokan paginya suaminya bangun. Dia bersikap seolah-olah tidak mengetahui tentang isi inbox FB suaminya. Mas Rendi pun tidak menyadari kalo istrinya sudah tahu isi inbox antara dia dan sekretarisnya.
Sejak kejadian itu, diam-diam mbak Weni berusaha menyelidiki bagaimana hubungan yang sesungguhnya antara suaminya dengan sekretarisnya. Caranya ia mulai berani mengecek hape suaminya manakala suaminya sedang tidur atau sedang mandi. Pokoknya disaat suaminya sedang tidak memegang hapenya, mbak Weni berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Dan lagi-lagi mbak Weni dibuat terkejut dengan isi sms dari Asti untuk suaminya. Sms itu menurutnya lebih pantas ditujukan untuk suaminya Asti, bukan untuk mas Rendi yang notabene atasannya dan suami orang pula. Mbak Weni pun lalu mencatat no hape milik Asti. Dan pada suatu hari, mbak Weni pun memutuskan untuk menelpon Asti. Maksudnya hanya sekedar “mengingatkan” bahwa apa yang dilakukannya itu sangat tidak pantas. Mbak Weni juga mengancam kalo hal itu terus dilakukan, ia tidak segan-segan untuk melaporkan perselingkuhan itu ke atasan mas Rendi. Rupanya Asti “lapor” ke mas Rendi kalo perselingkuhan mereka sudah diketahui oleh mbak Weni. Sejak itu mas Rendi sudak tidak inbox-inboxan lagi dengan sekretarisnya. No hape Asti juga sudah dihapus oleh mas Rendi dalam daftar phonebook.
Tetapi sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti akan jatuh juga. Rupanya perselingkuhan itu tetap berlangsung. Asti sengaja membeli no hape lain, khusus untuk mas Rendi. Dan mas rendi pun menyimpannya dengan nama samaran laki-laki. Nah suatu sore pas mas Rendi mandi, tiba-tiba ada nada sms dari hapenya. Mbak Weni yang sejak kejadian itu sudah tidak percaya lagi dengan mas Rendi, buru-buru mengecek hape suaminya. Awalnya dia tidak tertarik membaca sms bernama “laki-laki” di hape mas Rendi itu. Tetapi karena mbak Weni merasa tidak ada teman kantor yang bernama seperti yang tertera di hape mas Rendi, makanya ia kembali tergelitik membuka sms itu. Lagi-lagi mbak Weni dibuat terkejut dengan isinya. Tidak mungkin suaminya ber-sms mesra dengan seorang laki-laki. Lagi pula dalam sms itu juga disebutkan tentang masalah uang, yang intinya si pengirim sms lagi butuh uang. Tak lupa mbak Weni pun mencatat no hape atas nama laki-laki itu. Perasaannya mengatakan kalo itu bukan sms dari seorang laki-laki.
Akhirnya ketika mas Rendi berangkat ke kantor, mbak Weni mencoba menghubungi no hape laki-laki pengirim sms itu. Ternyata tidak diangkat, alias selalu di-reject terus. Tak kehilangan akal, mbak Weni pun mencoba menghubungi dengan no lain. Berhasil dan alangkah kagetnya mbak Weni mendengar suara dari ujung telpon. Itu suara asti, sekretaris suaminya. Mbak Weni mulai emosi, Asti “diceramahi “habis-habisan. Dan Asti pun tidak bisa berkelit lagi kemudian telponnya dia tutup begitu saja. Mbak weni mencoba menelpon lagi, tapi tetap tak diangkat. Akhirnya mbak Weni memutuskan mencari tahu no hape suami Asti lewat cleaner kantor, maksudnya ingin memberitahu kelakuan istrinya terhadap suaminya. Dan begitu berhasil dihubungi, suami asti tidak percaya istrinya berbuat begitu. Dimatanya Asti adalah istri yang taat pada suami.
Karena merasa istrinya dituduh yang enggak-enggak, suami Asti pun meminta bertemu dengan mbak Weni. Bila perlu bertemu juga dengan mas Rendi untuk cross cek tentang tuduhan perselingkuhan itu. Akhirnya hari pertemuan pun disepakati. Asti sengaja dibawa suaminya menghadap mbak Weni dan mas Rendi di rumahnya. Di rumah mbak Weni pun terkuak semuanya. Asti mengaku khilaf. Suami Asti seperti tertampar mendengar pengakuan istrinya. Asti menangis-nangis di hadapan suaminya dan juga mbak Weni dan mas Rendi. Sementara mas Rendi tak mampu berkata apa-apa. Tiba-tiba mbak Weni berkata “Asti untuk apa kamu menangis, menangis tidak akan menyelesaikan masalah!” Asti pun memohon-mohon dihadapan mbak Weni, dia mengaku awalnya cuma ingin curhat kepada mas Rendi tentang hutang yang menumpuk yang dilakukan oleh orang tuanya. Setiap hari rasanya Asti seperti dikejar-kejar debt collector. Di kantor pun ia jadi jarang berada di tempat, padahal dia adalah seorang sekretaris yang seharusnya selalu stand by di kantor. Akhirnya ia pun curhat kepada mas Rendi atasannya. Berawal dari itulah katanya perselingkuhan itu terjadi.
Belakangan ketika suasana sudah mereda, ketika mas Rendi sedang kerumah mencari suami saya untuk suatu keperluan, iseng saya goda dia. “Emang enak ya main belakang sama sekretaris hehehe?” Diluar dugaan mas Rendi menjawab, “Habisnya di kantor ada yang seger-seger, ya namanya kucing dikasih ikan asin ya sikat dong mbak hahaha” Saya kurang paham maksud perkataan dia dan kembali bertanya “Emang di rumah kurang seger apa?” Lagi-lagi jawabannya bikin saya terkejut “hambar mbak, bukan hambar lagi, busuk malahan!” Nah bingung khan saya. Akhirnya kebingungan saya baru terjawab ketika suatu hari suami saya pulang dari rumah mas Rendi untuk memperbaiki komputernya. Suami saya bilang “Gimana mas Rendi nggak tergoda sama Asti, wong di rumah aja istrinya kayak gitu” Masih bingung saya dengan perkataan suami saya itu. “Kayak gitu gimana?” tanya saya. “Iya dirumah koq tampilannya kayak pembantu gitu, dasteran nggak dandan gitu, ya minimal rambutnya di rapikan gitu lho! Lha ini baunya aja minta ampun, kayak nggak sampoan seminggu” kata suami saya panjang lebar. Nah lo, jadi siapa yang salah dalam hal ini? Saya jadi ingat kalo mbak Weni memang kesehariannya begitu kalo di rumah. Dia sama sekali tidak peduli dengan penampilannya. Dia hanya berdandan, itupun ala kadarnya jika sedang ada acara di kantor yang melibatkan istri. Kalo dirumah, ya gitu deh! Ya tapi mau apalagi, kejadian perselingkuhan sudah terjadi. Saya tidak tahu pasti apakah perselingkuhan itu semata-mata hanya karena mas Rendi jenuh dengan suasana ‘rumah” yang itu-itu saja. Mungkin ada benarnya juga, suaminya mana sih yang senang setiap pulang kerja capek-capek, tapi dirumah disambut istri dengan “lusuh”. Bukannya disambut istri dengan pakaian yang rapi dan tubuh yang wangi? Sekaranga saya baru paham ucapan mas Rendi tempo hari “Habisnya di kantor ada yang seger-seger, ya namanya kucing dikasih ikan asin ya sikat dong mbak hahaha.” Rupanya mas Rendi sedang membandingkan antara mbak Weni yang selalu “lusuh” di rumah dengan Asti yang selalu tampil “okey” di kantor.
Nah lewat pengalaman teman saya itu, saya hanya ingin mengingatkan pada teman-teman para istri. Bahwa terkadang para suami itu berselingkuh, bisa jadi karena kita sendiri pemicunya. Bisa saja suami tidak puas dengan pelayanan kita. Puas disini bukan semata-mata pada persoalan diatas ranjang, tapi bisa jadi dalam keseharian kita. Penampilan kita misalnya. Apalagi kalo kita “hanya” ibu rumah tangga, seyogyanya kita jangan menyepelekan penampilan kita. Meskipun kita nyaman melakukan aktivitas rumah tangga dengan pakaian ala kadarnya, tapi usahakan ketika ada suami kita juga bisa tampil lebih menarik. Jadi ketika suami pulang kerja dalam kondisi capek, kecapekan suami bisa sedikit terkurangi dengan sambutan kita yang “okey”. Minimal kita menyambut suami pulang kerja dengan dandanan yang sedikit lebih rapi. Rapi disini tidak harus seperti kita mau pergi ke kondangan sih, minimal kita sudah mandi, sudah tidak berdaster lagi, sudah wangi. Jadi ketika suami mengecup kita tidak sedang bau terasi, tapi bau melati hehehe.
Kasus yang menimpa mbak Weni juga bisa menjadi pengingat buat saya pribadi agar saya tidak mengulangi “kesalahan” yang sama yang dilakukan mbak Weni, jika memang itu penyebab utama mengapa mas Rendi berpaling. Seharusnya kejadian itu bisa kita hindari jika kita sebagai istri atau ibu rumah tangga ini mau “mengaca”, jangan-jangan karena kita sendiri yang tidak “pandai” memperlakukan diri kita sendiri di hadapan suami. Jadi mulai sekarang mari kita sama-sama “mengaca” wahai para istri, sudahkan kita seperti yang para suami harapkan? Suami mana sih yang tidak senang istrinya tampil menarik, walaupun hanya dirumah?
0 comments:
Posting Komentar