Sebenarnya perilaku berbohong suami bukan semata-mata karena sifatnya, melainkan juga dipicu oleh perilaku sang istri. Bisa dikatakan justru istrilah yang membuat para suami akhirnya memutuskan untuk tidak berterus terang tentang masalah yang membelitnya.
Mungkin di antara kita para istri seringkali mengeluhkan perilaku suami yang suka berbohong. Baik itu soal gaji, masalah keluarga, atau. urusan kantor. Kita merasa keberadaan kita sebagai istri tak dianggap olehnya. Namun apakah kita menyadari, mengapa pasangan kita sampai berbuat demikian?
Sahabat saya Arif (38) adalah salah seorang suami yang awalnya jujur namun setelah menikah ia berubah menjadi seorang “pemain sinetron” alias pandai bersandiwara di depan istrinya.
Saya mengenal Arif saat kuliah dulu. Arif yang saya kenal dulu memiliki sifat terbuka akan segala hal. Bahkan saat masa pacaran pun Arif selalu meminta pendapat saya tentang calon istri yang baik.
Begitu menikah, Arif masih seorang suami yang jujur dan bersikap terbuka. Apapun permasalahannya ia sampaikan kepada istrinya. Sampai saat ini Arif dan Mery belum dikaruniai anak. Karena itu pendapatan Arif yang besar dirasa masih cukup jika keluarganya membutuhkan bantuannya.
Saat ibu Arif minta bantuan dana kepada Arif untuk merenovasi rumah ibunya yang bocor, Mery, istri Arif marah-marah. Ibu Arif seorang janda yang hanya mengandalkan gaji pensiun ayah Arif yang telah tiada, tak mampu untuk mengumpulkan biaya yang cukup besar untuk membetulkan rumah tuanya yang telah rapuh.
Arif yang begitu menyayangi ibunya merasa kecewa terhadap perilaku Mery. Arif berusaha memberi pengertian Mery, bahwa hanya dialah yang memiliki kecukupan materi dibanding saudara-saudaranya yang lain. Mery tetap tak bergeming. Ia protes bahkan mengancam akan ngambek jika Arif tetap membantu mengeluarkan dana itu.
Arif menjadi serba salah. Di satu sisi ia merasa wajib membantu ibunya, namun di lain sisi Mery tak mendukung niat baiknya. Belum lagi saat adik Arif, Feny yang seringkali SMS meminjam uang untuk biaya sekolah anaknya. Suami Feny hanyalah staff biasa dengan gaji pas-pasan.
Selain itu Mery seringkali memeriksa isi hape Arif. Mulai dari isi SMS, isi BBM bahkan daftar telpon masuk dan keluar. Ia seringkali berujar, jika Feny meminjam uang lagi kepada Arif, maka Mery takkan mau menginjakkan kakinya di rumah ibu Arif atau rumah Feny. Arif sungguh dibuat pusing dengan ancaman dan perilaku istrinya.
Demi menjaga perasaan Mery, ibu dan Feny, akhirnya Arif memutuskan untuk tak lagi berterus terang dengan istrinya. Arif berpesan kepada ibu dan adiknya, apabila mereka membutuhkan bantuan dana, sebaiknya tidak mengirimkan SMS atau BBM kepada Arif, mengingat Mery selalu aktif menjelajah isi hape Arif.
Pesan Arif itu pun akhirnya dilakukan ibu dan adiknya. Jika mereka membutuhkan kehadiran Arif dalam acara keluarga atau untuk urusan lain menyangkut masalah keluarga, mereka tak lagi mengirimkan pesan kepada Arif. Mereka lebih nyaman menghubungi Arif di kantor.
Saat di rumah, Arif pun menjadi suami yang pandai memainkan perannya. Ia nampak biasa saja, tak pernah lagi menceritakan masalah keluarganya. Efeknya, Arif pun menjadi enggan bersikap terbuka lagi kepada istrinya dalam segala hal. Arif merasa lebih tenang jika tak mengumbar cerita apapun daripada harus mendengar ocehan sinis sang istri.
Begitu pula saat Arif dinas ke daerah dan membawa oleh-oleh yang banyak. Ia justru lebih dulu memisahkan jatah untuk ibu dan adiknya daripada harus bertengkar mulut dengan Mery soal pembagian oleh-oleh. Bisa dikatakan Mery sangat pelit untuk sekedar berbagi rizki kepada kerabat suaminya.
Arif seringkali mengeluhkan perilaku Mery. Sebenarnya ia merasa berdosa karena bersikap tak jujur terhadap istrinya. Arif merasakan rizkinya akan tetap mengalir jika ia membantu keluarganya.
Menghadapi istri seperti Mery memang memusingkan. Di satu sisi Arif yang jujur merasa tak nyaman lagi berterus terang kepada istrinya. Bahkan pengertian yang disampaikan suaminya pun tak membuatnya memaklumi.
Jika kita sering ‘berteriak’ mengapa suamiku pandai berbohong? Sudahkah kita introspeksi diri apakah kita telah bersikap mengerti akan masalah yang dihadapi pasangan kita. Jangan hanya menuntut untuk dimengerti, tapi cobalah untuk bisa mengerti posisi suami.
Bagaimanapun juga, suami kita sampai kapanpun akan tetap menjadi bagian hidup ibunya. Kepada siapa lagi sang ibu meminta bantuan setelah suaminya tiada jika bukan kepada anak kandungnya sendiri. Saat kita menikah, maka Ibu mertua juga akan menjadi bagian dari hidup kita.
Sebagai istri rasanya tak elok jika kita memiliki hobi ‘menjelajahi’ isi Hape suami. Suami tetap harus memiliki privasi tersendiri. Jika anda berperilaku demikian, hal itu justru menunjukan ketidakpercayaan anda terhadap pasangan.
Satu hal yang perlu kita ingat adalah jika kita merasa suami ‘ada apa-apanya’ maka sikapnya takkan bisa ditutupi di depan kita. Ada apa-apanya di sini dalam arti kita mencurigai atau menduga suami ada “main gila” dengan wanita lain.
Sebagai istri, tentunya feeling atau intuisi istri akan langsung terasa saat suami menunjukan gelagat yang tidak beres. Dengan kita memberi kepercayaan kepada suami dengan membiarkan area privasinya tetap menjadi miliknya, ia tentu akan merasa nyaman bercerita segala hal terhadap istrinya.
Semoga kejadian serupa Arif tak terjadi pada keluarga kita. Apa salahnya membantu orang tua atau keluarga sendiri. Bukankah saat kita membutuhkan pertolongan atau bantuan, maka orang pertama yang kita mintai bantuan adalah kerabat kita?