INilah.. Kisah Pengusaha Sukses yang Berusia 18 Tahun
Bisnis aneka minuman cepat saji kian mengalir. Mulai mengusung merek pribadi hingga waralaba (franchise). Bahan dasarnya bisa susu, cincao, teh, sinom alias jamu, buah, hingga yang serba racikan sendiri. Bisnis teh kemasan siap saji misalnya, banyak diminati lantaran keuntungan yang diperoleh cukup besar, cara pembuatannya juga tak sulit.
Meracik teh yoghurt kini menjadi andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini. Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.
“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2 juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek Teh Kempot ini.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Meracik teh yoghurt kini menjadi andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini. Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.
“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2 juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek Teh Kempot ini.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Jakarta Hanya untuk Orang Kaya?
Jika jawabannya iya, jangan pernah untuk berpikir mencari keberuntungan di Jakarta. Jangan sekali-kali berharap bisa mendapatkan kehidupan yang layak dari sebelumnya. Disini (Jakarta) semuanya bicara soal materi. Jika anda ingin mengadu nasib di Jakarta maka sediakan terlebih dahulu modal yang cukup. Jika tidak siap-siap untuk berubah status jadi gembel kota. Orang miskin yang hidupnya di kota. Dan menambah jumlah makhluk yang hina dimata mereka.
Jika status anda sudah seperti itu maka untuk menyambung hidup anda harus bersedia bekerja apa adanya. Memungut sampah, limbah dan barang bekas. Atau kalau tidak berebut lahan parkir. Dan jika rasa malu sudah hilang, profesi pengemis bisa anda coba. Anda mau?
Jangan tertipu dengan gemerlapnya kota Jakarta. Tidak usah membayangkan indahnya gedung-gedung menjulang tinggi ketika anda melihatnya di layar kaca televisi. Gedung-gedung bertingkat, apartemen, dan mall/pusat perbelanjaan yang menawarkan barang bermerek. Itu semua tidak untuk anda yang miskin. Disana tempatnya kaum elit yang banyak duit tapi pelit.
Jakarta bukan tempatnya cari uang. Melainkan tempatnya buang uang. Tempat bagi yang kaya menghamburkan uang yang mereka miliki. Tempat untuk bersenang-senang. Dan sekali lagi bagi anda yang merasa miskin, yang untuk makan aja susah, jangan pernah berharap bisa mencicipi kenikmatan seperti itu.
Sekarang hidup anda melarat? Ingin untuk merubahnya? Ingin menemukan sesuatu yang bisa merubah nasib anda?
Anda pasti hanya diam sambil mengangguk-angguk. Datanglah ke Papua, Nusa Tenggara, Maluku atau Kalimantan. Disana anda juga bisa mengadu nasib. Tanah kita ini kaya. Jadi jangan di sia-siakan begitu saja. Berpikirlah bagaimana caranya agar nasib anda bisa berubah. Dari orang tak punya menjadi orang berada.
Jika anda masih ngotot ingin mengadu nasib di Jakarta? Silahkan… tapi siap-siap saja untuk tinggal di kolong jembatan. Tidur di tepi jalan. Cari makan di tempat sampah.
Maka sama saja anda menjadikan diri anda bagaikan binatang yang tak berharga. Bukan lagi menjadi manusia seutuhnya.
Jakarta bisa menjadi surga sekaligus menjadi neraka bagi siapa pun di Negara ini. Jika anda tidak punya mental dan nyali yang cukup, lebih baik urungkan niat untuk menemukan surga di ibu kota. Berbalik arahlah dan hapus mimpi itu…
Stop Membuang Obat di Tempat Sampah !
Hampir setiap rumah pasti memiliki kotak obat/tempat untuk menyimpan obat. Lalu, kapan kita terakhir melihat isi kotak obat tersebut? Setelah membaca tulisan ini, yuk kita lihat isi kotak obat kita di rumah dan memperhatikan dengan teliti obat obat tersebut.
Biasanya, ada 2 alasan kita menyimpan obat,
Obat bisa saja tidak layak dikonsumsi meskipun belum kadaluarasa, hal ini biasanya disebabkan penyimpanan yang kurang baik. Untuk melihat apakah obat sudah rusak atau tidak , perhatikan apakah ada perubahan warna, bau dan bentuknya, misal untuk obat tablet, apakah warna berubah menjadi agak gelap, berjamur, retak-retak karena keluar gas, dan baunya menyengat. Bila sirup, apakah mengkristal, mengering ataupun memisah.
Jadi, setelah kita perhatikan isi kotak obat kita hari ini, buanglah obat-obat yang sudah rusak dan kadaluarsa tidak dalam keadaan utuh, untuk menghindari penyalahgunaan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab dan supaya tidak menyebabkan orang orang yang tidak mampu malah semakin susah setelah meminum obat obat yang tidak layak tersebut. Alasan saya membuang ke dalam kloset karena jumlahnya sedikit dan obat obat tersebut akan lalrut dalam air. Tetapi, bila khawatir kloset tersumbat, obat-obat yang sudah dikeluarkan dari kemasannya, dapat dihancurkan terlebih dahulu, kemudian dimasukan ke dalam plastik, baru dibuang.
Marilah kita bijak dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik mencegah dari pada mengobati, salam sehat selalu.
Biasanya, ada 2 alasan kita menyimpan obat,
- Disediakan untuk jaga-jaga bila sakit,terutama yang memiliki anak kecil atau yang memiliki penyakit khusus. Biasanya obat yang disimpan itu adalah obat penurun panas, obat batuk, flu, obat diare
- Disimpan karena ada kelebihan obat setelah sembuh (kecuali antibiotik harus habis), biasanya bila kita berobat ke dokter, kemudian kita merasa sembuh sebelum obat habis, karena takut kambuh, biasanya obat kita simpan dulu di kotak obat, sampai akhirnya lupa kalau kita menyimpannya.
- Ikuti petunjuk penyimpanan obat yang ada pada kemasan, ada obat yang harus di simpan di lemari pendingin, ada juga yang hanya pada suhu kamar.
- Simpan pada tempat yang jauh dari jangkauan anak-anak
- Perhatikan tanggal kadaluarsa obat, bila terlihat samar, sebaiknya segera di beri label dan ditulis ulang tanggal kadaluarsa tersebut. Pemberian label ulang juga berguna bila kita lupa menggunting bagian obat untuk diminum, sedangkan tanggal kadaluarsa tercantum pada bagian tersebut
- Bila kemasan hilang, kadang kita lupa kegunaaan obat tersebut untuk apa, sehingga sebaiknya kita juga mencatat dilabel, Contoh, obat panas, exp 12/3/12
- Simpan obat dalam wadah aslinya, karena produsen obat tentu memilki alasan mengapa mengemas obat tersebut dalam kemasan khusus, dan pastinya agar obat dapat tetap dalam kondisi baik.
- Buanglah obat yang sudah kadaluarsa dan tidak layak untuk dikonsumsi. Dalam hal membuang obat, berikut adalah pengalaman saya : Karena melihat berita di televisi bahwa ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, yang mengambil obat obat yang ada di pembuangan sampah umum dan menjualnya ke penduduk miskin, membuat saya cukup hati-hati bila membuang obat. Untuk obat berbentuk tablet, semua obat saya keluarkan dari kemasannya, bungkus obat saya buang ketempat sampah, sedangkan tablet obat tersebut saya buang ke kloset toilet. Untuk obat syrup, saya tuang terlebih dahulu hingga kosong, botolnya baru saya buang ke tempat sampah. Melihat apa yang saya lakukan asisten rumah saya bertanya, “bu , kenapa harus seperti itu buang obatnya’” kemudian saya jelaskan, bahawa apa yang saya lakukan tersebut karena khawatir obata-obatan yang sudah kita buang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dan menjualnya kembali, atau khawatir bila pemulung menemukan obat-obat tersebut, dan dengan alasan terdesak kondisi ekonomi, takutnya obat-obat itu tetap diminum, bukan sembuh malah bisa jadi keracunan obat. Beberapa minggu kemudian, asisten rumah tangga saya pun bercerita, iya loh bu, kalau kita buang obat-obat dalam kondisi utuh, diambil sama pemulung, tuh barusan lihat pemulung ngambilin obat di tempat sampah tetangga sebelah.
- Sebaiknya kita melakukan pemeriksaan isi kotak obat secara berkala dan memperhatikan kondisi obat sebelum mengkonsumsinya.
Obat bisa saja tidak layak dikonsumsi meskipun belum kadaluarasa, hal ini biasanya disebabkan penyimpanan yang kurang baik. Untuk melihat apakah obat sudah rusak atau tidak , perhatikan apakah ada perubahan warna, bau dan bentuknya, misal untuk obat tablet, apakah warna berubah menjadi agak gelap, berjamur, retak-retak karena keluar gas, dan baunya menyengat. Bila sirup, apakah mengkristal, mengering ataupun memisah.
Jadi, setelah kita perhatikan isi kotak obat kita hari ini, buanglah obat-obat yang sudah rusak dan kadaluarsa tidak dalam keadaan utuh, untuk menghindari penyalahgunaan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab dan supaya tidak menyebabkan orang orang yang tidak mampu malah semakin susah setelah meminum obat obat yang tidak layak tersebut. Alasan saya membuang ke dalam kloset karena jumlahnya sedikit dan obat obat tersebut akan lalrut dalam air. Tetapi, bila khawatir kloset tersumbat, obat-obat yang sudah dikeluarkan dari kemasannya, dapat dihancurkan terlebih dahulu, kemudian dimasukan ke dalam plastik, baru dibuang.
Marilah kita bijak dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik mencegah dari pada mengobati, salam sehat selalu.
Ponsel Pintar Ternyata Lebih Menyenangkan Ketimbang Seks
Satu dari tiga warga Inggris rela tak berhubungan seks ketimbang harus rela melepaskan ponsel pintar yang mereka punyai. Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Vodafone dan dilansir TNT Magazine, Selasa (28/2/2012).
Sebanyak 70 persen orang rela tak mengonsumsi alkohol selama sepekan hanya demi ponsel pintar milik mereka, 63 persen rela berhenti makan coklat, dan 33 persen yang rela melakukannya demi seks.
Namun, sejumlah warga Inggris mengakui jika mereka menggunakan ponsel untuk membuat video porno mereka sendiri.
Yang lebih mengejutkan, keterangan yang disampaikan bos Vodafone, Vittorio Colao, sebanyak 22 persen responden rela tak menyikat gigi demi ponsel mereka. Colao menyatakan, hasil survei ini adalah bagian dari peluncuran kerjasama dengan Visa sebagai kartu prabayar.
Sebanyak 70 persen orang rela tak mengonsumsi alkohol selama sepekan hanya demi ponsel pintar milik mereka, 63 persen rela berhenti makan coklat, dan 33 persen yang rela melakukannya demi seks.
Namun, sejumlah warga Inggris mengakui jika mereka menggunakan ponsel untuk membuat video porno mereka sendiri.
Yang lebih mengejutkan, keterangan yang disampaikan bos Vodafone, Vittorio Colao, sebanyak 22 persen responden rela tak menyikat gigi demi ponsel mereka. Colao menyatakan, hasil survei ini adalah bagian dari peluncuran kerjasama dengan Visa sebagai kartu prabayar.