Islam yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang maha tinggi serta hikmah dan ketentuan hukum-Nya yang maha agung, adalah agama yang sempurna aturan syariatnya, dalam menjamin kemaslahatan bagi umat Islam serta membawa mereka meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai
agamamu” (QS. Al Maaidah:3)
Dan di antara ciri utama seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir adalah merasa ridha dan menerima dengan sepenuh hati semua ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman :
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا
مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا}
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang
(benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS al-Ahzaab:36).
Mengingkari sebagian atau bahkan keseluruhan dari syari`at Islam,
mengakibatkan pelakunya terancam kufur dan batal keislamannya. Ini harus
kita fahami dan menjadi dasar pandang kita dalam memahami segala
permasalahan di dalam agama ini. Dan termasuk ketika kita berbicara
tentang poligami, maka sesungguhnya kita sedang berbicara tentang salah
satu bagian dari syari`at Islam, sebab poligami diakui ataupun tidak
adalah termasuk perkara yang diatur di dalam Islam.
Suatu hal yang manusiawi dan tidak bisa dipungkiri, bahwa ketika dimadu,
seorang wanita pasti merasakan kecewa, keberatan dan sakit hati. Hal
ini tidak jauh berbeda dengan laki-laki, tatkala Allah ta`ala mewajibkan
kaum laki-laki untuk qital (jihad dalam bentuk perang/membunuh), maka
kaum laki-lakipun sebenarnya tidak senang bahkan membenci amalan
tersebut. Isi hati kaum laki-laki ini dibongkar dan diakui sendiri oleh
Allah Ta`ala didalam surat Al Baqarah 216:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Namun demikian itulah syari`at Allah. Dimana kita dituntut untuk menundukkan segala bentuk hawa nafsu, suka dan tidak suka, serta kepuasan dan kekecewaan kita itu untuk dikontrol oleh syari`at Allah. Hal itu konsekuensi logis terhadap pengakuan keimanan kita kepada Allah Ta`ala. Makanya Allah Ta`ala menegaskan bahwa belum tentu sesuatu yang kita benci itu jelek bagi kita dan sebaliknya belum tentu yang kita sukai itu baik bagi kita, sebab hanya Allah-lah satu-satunya pihak yang paling mengetahui baik buruknya sesuatu bagi hambanya.
Dalam hal ini ujian semacam itu dialami oleh kaum wanita dalam bentuk syari`at poligami. Dimana perasaan dan naluri wanita tidak menyukai amalan tersebut. Namun justru disinilah letak ujian bagi keimanan seorang wanita mukmin. Kekecewaan wanita kepada suaminya yang memadunya bila disalurkan kepada sunnah, yakni menyikapinya dengan ikhlash dan sabar menghadapai ketentuan Allah atas dirinya itu, maka akan meningkatkan derajatnya menjadi khairun nisa` (wanita shalihah), akan tetapi bila kekecewaan itu disalurkan kepada hawa nafsu syaithaniyyah yakni lepas dari kontrol agama dalam meluapkan kekecewaan tersebut dan semata-mata mengikuti naluri kewanitaannya, maka sikap tersebut akan menghancurkan hidupnya dan akan menyebabkan malapetaka dalam hidupnya, serta kehinaan di akhirat kelak.
Demikianlah sesungguhnya syari`at poligami ini pada saat-saat ini
seakan-akan menjadi ujian yang sangat berat terhadap kekuatan iman
seorang mukmin khususnya mukminah, dimana di dalam menghadapi ujian ini
ada yang sukses yakni mereka yang mampu menyalurkan kekecewaannya kepada
sunnah (tuntunan Islam), dan ada pula yang gagal yakni mereka yang
menyalurkan kekecewaannya terhadap poligami ini kepada hawa nafsu
syaithaniyyah yang akhirnya berujung kepada kebencian kepada sunnah
Rasulullah Shalallahu `Alayhi Wasallam ini atau bahkan kekufuran dan
batalnya keislamannya dengan sebab mengingkari adanya syari`at poligami
ini.
Na`udzubillahi Min dzalik, hanya mereka yang dirahmati Allah-lah
yang akan dimudahkan melalui ujian ini dengan sukses.
Sekedar catatan, dalam soal syariat yang memang ditetapkan oleh Allah
Ta'ala, kita tidak memiliki hak untuk setuju atau tidak setuju. Jika
seseorang menjalankan, itu bukanlah karena setuju atau sekedar sesuai
dengan perasaannya. Begitu pula seseorang yang tidak melakukan
pernikahan secara poligami, juga sama sekali bukan karena menolak
syariat.
Intinya, bolehlah anda tidak sepenuhnya suka di dalam hati, dan tidak berniat melaksanakannya, tapi jangan sampai rasa tersebut menjadikan anda benci dan mengingkarinya, yang akan menjadikan anda jatuh pada lembah kekufuran.
Wallahu A`lam...
0 comments:
Posting Komentar