Ayah-bunda ternyata menularkan sifat pemarahnya pada anak.
Menangani anak yang menjerit dan meronta tak terkendali memang memerlukan teknik khusus. Memarahi atau bersuara lebih keras bukan solusinya. Sebaliknya, pengasuh cukup menyampaikan larangan dalam kalimat pendek sambil memeluk anak yang sedang tantrum.
Hal itu tentu sukar dilakukan oleh orang tua yang temperamental. Mereka harus bisa menguasai diri terlebih dulu sebelum meredakan luapan emosi yang meledakledak pada anandanya. Terdengar sulit? Sebaiknya, teruslah berlatih menguasai emosi. Sebab, ayah bunda yang pemarah cenderung membuat anak gampang tantrum.
Riset terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Development and Psychopathology di Amerika Serikat membuktikan keterkaitan tersebut. Anak-anak terlihat lebih cepat kesal dan berulah jika orang tuanya juga lekas marah. Kecenderungan yang sama tampak pada anak yang ayah bundanya bereaksi berlebihan terhadap polah anandanya.
Riset tersebut melibatkan anak-anak yang diadopsi. Peneliti mencermati perilaku anak adopsi usia sembilan, 18, dan 27 bulan serta orang tua angkatnya. Sebanyak 361 keluarga di 10 negara bagian menjadi respondennya. Peneliti juga menganalisis data genetik dari anak dan orang tua kandungnya. hasilnya, orang tua yang punya kecenderungan bereaksi berlebihan akan lebih cepat marah ketika anaknya berbuat kesalahan.
Anak yang diasuh orang tua seperti ini ternyata menunjukkan perilaku mudah tantrum ketimbang anak lain seusianya. Selain itu, penelitian juga mengungkap bayi yang tumbuh menjadi balita dalam kondisi sering terpapar emosi negatif dari ibu bapaknya tampak memiliki banyak masalah perilaku di usia 24 bulan.
Temuan itu sekaligus membawa peneliti pada satu kesimpulan penting. emosi negatif yang dipaparkan kepada bayi hingga masa balita berpengaruh pada perilaku anak di kemudian hari. “Faktor genetik juga berperan, terutama pada anak yang dari lahir mewariskan risiko genetik terkait bakat emosi negatif,” papar peneliti utama, Shannon lipscomb, assistant professor of human development and family sciences di Oregon State University seperti dikutip healthDay News.
Meski begitu, bakat genetik itu tidak serta-merta muncul dalam kepribadian anak kelak. Faktor lingkungan, dalam hal ini pengasuhan, besar perannya dalam mengawal pembentukan karakter anak. Buktinya, anak yang punya warisan genetik emosi negatif dari ibu kandungnya, namun diasuh oleh keluarga yang rendah kadar stresnya dan lingkungan yang tidak begitu reaktif terlihat baik-baik saja.
Penelitian ini memperbaiki pemahaman tentang keterkaitan yang rumit antara genetik dan faktor lingkungan terdekat. “Kemampuan orang tua meregulasi diri sendiri untuk bisa tetap tegas, percaya diri, dan tidak berlebihan dalam bereaksi merupakan kata kunci untuk memperbaiki perilaku anak sebab anak merupakan peniru perilaku yang hebat,” urai lipscomb.
Menangani anak yang menjerit dan meronta tak terkendali memang memerlukan teknik khusus. Memarahi atau bersuara lebih keras bukan solusinya. Sebaliknya, pengasuh cukup menyampaikan larangan dalam kalimat pendek sambil memeluk anak yang sedang tantrum.
Hal itu tentu sukar dilakukan oleh orang tua yang temperamental. Mereka harus bisa menguasai diri terlebih dulu sebelum meredakan luapan emosi yang meledakledak pada anandanya. Terdengar sulit? Sebaiknya, teruslah berlatih menguasai emosi. Sebab, ayah bunda yang pemarah cenderung membuat anak gampang tantrum.
Riset terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Development and Psychopathology di Amerika Serikat membuktikan keterkaitan tersebut. Anak-anak terlihat lebih cepat kesal dan berulah jika orang tuanya juga lekas marah. Kecenderungan yang sama tampak pada anak yang ayah bundanya bereaksi berlebihan terhadap polah anandanya.
Riset tersebut melibatkan anak-anak yang diadopsi. Peneliti mencermati perilaku anak adopsi usia sembilan, 18, dan 27 bulan serta orang tua angkatnya. Sebanyak 361 keluarga di 10 negara bagian menjadi respondennya. Peneliti juga menganalisis data genetik dari anak dan orang tua kandungnya. hasilnya, orang tua yang punya kecenderungan bereaksi berlebihan akan lebih cepat marah ketika anaknya berbuat kesalahan.
Anak yang diasuh orang tua seperti ini ternyata menunjukkan perilaku mudah tantrum ketimbang anak lain seusianya. Selain itu, penelitian juga mengungkap bayi yang tumbuh menjadi balita dalam kondisi sering terpapar emosi negatif dari ibu bapaknya tampak memiliki banyak masalah perilaku di usia 24 bulan.
Temuan itu sekaligus membawa peneliti pada satu kesimpulan penting. emosi negatif yang dipaparkan kepada bayi hingga masa balita berpengaruh pada perilaku anak di kemudian hari. “Faktor genetik juga berperan, terutama pada anak yang dari lahir mewariskan risiko genetik terkait bakat emosi negatif,” papar peneliti utama, Shannon lipscomb, assistant professor of human development and family sciences di Oregon State University seperti dikutip healthDay News.
Meski begitu, bakat genetik itu tidak serta-merta muncul dalam kepribadian anak kelak. Faktor lingkungan, dalam hal ini pengasuhan, besar perannya dalam mengawal pembentukan karakter anak. Buktinya, anak yang punya warisan genetik emosi negatif dari ibu kandungnya, namun diasuh oleh keluarga yang rendah kadar stresnya dan lingkungan yang tidak begitu reaktif terlihat baik-baik saja.
Penelitian ini memperbaiki pemahaman tentang keterkaitan yang rumit antara genetik dan faktor lingkungan terdekat. “Kemampuan orang tua meregulasi diri sendiri untuk bisa tetap tegas, percaya diri, dan tidak berlebihan dalam bereaksi merupakan kata kunci untuk memperbaiki perilaku anak sebab anak merupakan peniru perilaku yang hebat,” urai lipscomb.